Kamis, 26 Maret 2009

Susi dan Jogya III


Pagi ini Susi telphon ke rumahnya, kebetulan yang menerima Sony adiknya. Sony sangat terkejut saat tahu suara ditelphon itu adalah susi, banyak percakapan mereka seputar keluarga.




"Son, bilang sama bapak dan ibu, sekarang aku ada di luar kota, kerja di perusahaan agribis, dan baik - baik saja. Oh ya, aku kirim gajiku selama tiga bulan ini, tolong berikan kepada Ibu, semoga bisa dipakai untuk keperluan disana. Sudah ya son, kapan - kapan aku telphon lagi"




Susi cepat - cepat menutup telphonnya, begitu melihat bu Dewi sudah di dekat pintu.




Telphon kemana Sus? kok buru - buru gitu..? mami tahu, kamu telphon kemana.., nggak apa - apa Sus.., tapi, mami berharap, kamu tidak berpikir untuk kembali ke daerahmu. Oh ya, order dari CV LUMINTU kemarin sudah di buatkan perintah produksinya..? kebetulan hari ini, mami mau ke lapangan, untuk analisa produksi pupuk dan evaluasi kwalitasnya. coba kamu bikinkan, nanti mami bawa. Jangan lupa, jam satu siang, pak Kodrat akan datang, tolong temui beliau, beliau owner CV. LUMINTU, dan, kamu tahu sendiri kan..? tiga bulan terakhir ini order dari CV. LUMINTU semakin berkembang. Jadi, mami harap, kamu nanti tidak mengecewakan, dalam menerima Pak Kodrat.




Susi segera menyiapkan surat perintah produksi yang diminta bu Dewi. beberapa saat kemudian, surat itu sudah di tangan Bu Dewi. Setelah itu, Bu Dewi langsung masuk mobil yang sudah dari tadi menunggu didepan kantor.



Sudah hampir empat bulan Susi di Jogya, rutinitasnyapun sudah jelas. Ada banyak kejanggalan yang Susi dapatkan dirumah ini. Pola hidup di keluarga ini tidak mampu Susi pahami. Namun demikian, Susi sudah mampu beradaptasi, dan menjalani hari - harinya dengan wajar, sesuai dengan kata hati dan prinsipnya. Terhadap Anak - anak Bu Dewi, Susi memperlakukan mereka laksana adik sendiri, merekapun demikian, sangat sayang kepada Susi.



Sebenarnya, Susi sangat sibuk, karena pekerjaan kantor yang seharusnya dikerjakan tiga orang di tangani dia sendiri. Namun, Susi maklum karena perusahaan ini baru merintis, dan sifatnya kekeluargaan. Susi memang tangkas, dia mampu menghandle semua pekerjaan itu dengan cermat, tepat dan cepat. Dia begitu bersemangat dan menikmati pekerjaannya. Susi bahkan bisa dengan mudah melupakan permasalahannya bersama Ardi. Susi tidak sempat memikirkan, dan tidak mau kepikiran. Pada akhirnya, Susi jadi lebih paham bagaimana watak Ardi.



meskipun Susi dan Ardi sudah betul - betul tidak ada komunikasi, dan hubungan mereka pupus begitu saja, Susi sama sekali tidak larut dengan kondisi itu, karena hari - hari Susi, sudah dirasa cukup menyenangkan. Disamping itu, Susi sudah punya seseorang untuk sharing, mesikpun tidak pernah ketemuan, Susi sudah cukup terhibur dengan kedatangan surat - suratnya. Dia adalah Wayan. Yah, Wayan dan Susi sekarang berteman baik. Tapi, mereka tidak pacaran, tidak ada kata - kata cinta dalam surat atau telphon - telphon mereka.



"Saing mbaak..., eh siang mbaak...?"



Ucapan selamat siang yang lucu itu mengejutkan Susi dan sempat membuat Susi tertawa kecil. Namun, Susi segera menjaga sikap, setelah si tamu menyebut namanya.



"Saya kodrat mbak..., kata Cak Momot, urusan administrasi bisa diselesaikan sama mbak...., mbak siapa ya...? kok tadi cak waktu telphon cak Momot nggak nyebutkan namanya...,



"Susi pak, ma'af..., silahkan duduk pak..."



"Oh ya, mbak Susi..., makasih mbak, jadi.., kursi ini boleh saya duduki ya...?"



"Wah, Bapak bikin saya tertawa terus, tentu bolehlah pak..., monggo..., saya ambil dulu ya, data - data orderan bapak"



Susi kembali keruang kerja, diambilnya semua berkas order milik pak Kodrat. Pak Kodrat dari tadi memperhatikan gerak - gerik Susi, wajah Susi memang cukup menarik. Meskipun tidak cantik, tapi sedap dipandang. Rambutnya yang panjang bergelombang, tak pernah diajak rapi, disisir seadanya. Susi memang sangat santai dalam berpenampilan. Menu pakaian sehari - hari hanya T-shirt dan jins, karena memang pakaian itu yang dia bawa. Meskipun terkesan cuek, masih ada kesan ramah di wajahnya. Tidak mustahil kalau banyak lelaki yang tertarik padanya. Tak terkecuali pak Kodrat. Dari sorot matanya, terlihat sekali kalau dia tertarik pada Susi, atau.., memang sudah jadi rumus, laki - laki melihat lawan jenis, yang masih kinyis - kinyis, pasti pasang wajah klemis. Setelah berkas - berkas itu sudah siap, Susi segera keruang tamu.



"Pak, ini rekapitulasi transaksi pesanan bapak selama satu bulan, yang ini jumlah orederan.., nah kolom sebelah sini harga dan nominalnya..."




"Segini ya mbak Susi...? ya udah saya bukakan cek hari ini"




Pak Kodrat segera menulis total nominal yang ada di transaksi itu. ada dua lembar cek yang dibuka. Susi bingung, dengan dua lembar cek yang di tulis pak Kodrat. Pikir Susi, mungkin keuangan pak kodrat hari ini tidak cukup untuk membuka cek sebesar nominal yang ditransaksikan, jadi dia pecah jadi dua lembar.




" Ini payment saya mbak Susi.., yang ini untuk pelunasan, satu lembar lagi untuk yang mengerjakan nota - nota transaksi saya..." tolong di terima ya..?"




"lho kok..? nilainya sama pak...? aduh.., ma'af, saya tidak bisa menerima pak, ini sudah jadi tugas saya, dan saya sudah mendapat gaji dari apa yang telah saya kerjakan, dan itu sudah lebih dari cukup bagi saya. Terima kasih pak.., dengan order ditempat kami, itu sudah sangat membantu saya..."




"Hmmm, gitu ya...? ya udah..., saya nggak maksa, tapi, suatu saat saya memberikan sesuatu untuk mbak Susi, tolong di terima... Oh ya, sudah makan siang..? kalau belum, saya mau ajak mbak makan siang...,"




"Sudah Pak, terima kasih, saya tidak biasa makan diluar, lagian..., kantor nanti kosong kalau saya tinggal.."




"waduuuh..., mesakke tenan aku iki, kok di tolak terus ya mbaak...? tapi, nggak apa - apa dech. ada satu lagi, dan yang ini pasti mbak nggak bisa nolak, boleh saya ngobrol sebentaaar... saja, boleh ya...? "




"iya, silakan pak, mungkin ada yang bisa saya bantu..,"




"ya jelas ada to..., begini..., mbak Susi itu aslinya mana..? sudah punya pacar apa belum...? dan, pingin punya pacar seperti apa...? ma'af lho mbak kalau saya lancang..., lha wong saya seneng lihat mbak Susi...,"




"Saya aslinya jawa timur, saya punya banyak teman dan sahabat.., tapi, di Jogya sini, saya belum punya teman.., makluum...., meskipun saya sudah hampir empat bulan disini, saya belum pernah keluar gedung bangunan rumah ini. Tapi..., saya menikmati kok pak..., dan, sekarang, soal pacar..., belum terpikir, dan belum pingin..., hanya ini yang bisa saya jawab, terima kasih..,saya mau melanjutkan pekerjaan..., masih banyak yang harus saya selesaikan, ma'af, saya mau kembali ke meja saya.., kalau bapak menunggu papi datang, silahkan.., mungkin ada yang perlu dibicarakan dengan papi, nanti jam setengah dua papi sudah pulang..,"




"monggo mbak Susi.., silahkan kerja lagi.., saya sudah seneng kok mbak, pertanyaan saya dapat jawaban.., kalau gitu, saya nunggu cak Momot disini aja...,"




"huh, dasar lelaki, baru juga ketemu, sudah berulah, ngasih cheqlah.., nanya pacar lah..., mentang - mentang berduit..., norak...! memuakkan...!"




Susi menggerutu nggak karu - karuan didalam hati. Dia sama sekali nggak interes sama yang namanya pak kodrat. Kalau dia ramah itu karena tuntutan. dia customer terbesar di perusahaan ini, dan, bu Dewipun sudah mewanti - wanti agar baik dalam melayani.



Susi lega sekali, lima belas menit kemudian, cak Momot sudah ada di kantor, akhirnya pak Kodrat dan Cak momot beranjak pergi.









-----------------------------------------








"Mbak, Uli capek..!, mami dan papi selama ini sibuk sendiri - sendiri.., mereka berdua tidak pernah nanya - nanya soal pelajaran atau nilai - nilai ulangan Uli, untung sekarang ada mbak Susi..., Uli bisa curhat, dan belajar dengan mbak Susi, tapi..., mbak Susi jangan sedih ya, kalu dinakali sama dik Dito...? dia memang nakal mbak..., Uli sendiri sering kena tendang dan jambakannya dia. Nggak tahulah mbak... Dito itu nakal sekali, mami nggak pernah marahin meskipun tahu Dito kasar sama Uli. Oh ya mbak, mulai hari ini, mas Argo, Mas Gozi dan Mas Doni akan tinggal dirumah ini lagi. Kebetulan Mas Gozi ditempatkan di hotel sini, sebagai manager, sedangkan Mas Argo, Uli dengar kembali ke rumah ini bersama istrinya, karena istrinya bertugas sebagai dokter tetap disalah satu rumah sakit dikota ini, Mas Argo sendiri buka art gallery di malioboro.., Untuk Mas Doni..., masih aktif dengan grup bandnya, saat ini, Grup band Mas Doni di jadikan pengisi acara tetap di hotel tempat Mas Gozi bekerja.., jadi, mulai nanti malam, rumah kita akan ramai mbak.., tapi mbak jangan kaget ya...? Mas Doni orangnya agak aneh"




Uli banyak bicara dengan Susi, bu Dewi dan Cak Momot ke pontianak, urusan anak - anak diserahkan pada Susi. Besok pagi, mereka baru pulang. Selama ini, kalau sedang tidak pergi kemana - mana, bu Dewi memang banyak menghabiskan waktu bersama Susi, pada saat jam kerja mereka berdua sibuk di kantor, malamnyapun mereka sering ngobrol, bahkan sampai larut. Susi banyak mendapatkan masukan soal falsafah hidup dari obrolan tersebut. Bu Dewi orang yang ulet dan berpandangan luas dalam menghadapi persoalan hidup. Walaupun banyak kegiatan aneh yang tidak dipahami Susi, Susi tidak pernah mempertanyakan atau mempermasalahkannya. Namun, Susi kasihan dengan anak - anak Bu Dewi, karena memang kenyataannya, Bu Dewi kurang dekat dengan anak - anak. Tapi, mungkin sebatas itulah ekspresi dan aplikasi bu Dewi dalam menunjukkan kasih sayang terhadap anak - anaknya.





"sudahlah Uli, soal mami dan papi jangn terlalu dipikirkan, mbak yakin, mami dan papi sangat menyayangi kalian. Sekarang, yang penting, Uli. Dito dan Dewo juga mbak, harus banyak do'a, biar keluarga ini selalu diberi limpahan rahmat dari yang kuasa...."




Uli dan Susi ngobrol sampai hampir pukul sembilan malam. pembicaraan mereka terputus saat pintu kamar diketuk,




" oe....,! ada machluq didalam...? ini rumah kok sepi banget...? pada kemana sih penghuninya...?!, keluar - keluar....! jangan ngumpet dikamar.., masih sore oe....! Ada artis datang mbok ya disambut......!"




"suara kak Doni tuh mbak..., yuk keluar...!"




Uli dan Susi segera keluar kamar. Doni, Argo dan Gozi sudah ngobrol di ruang keluarga. Susi dan Uli ikutan nimbrung, begitu juga Dewo, suasana rumah jadi gaduh dengan cerita2 lucu Doni. Argo dan Gozi banyak diam dab hanya jadi pendengar. Teryata cak Momot dan Bu Dewi sudah bercerita soal Susi kepada ketiga anak angkat mereka, dan mereka menerima Susi dengan hangat, seperti sudah lama mengenal Susi. Susi yang semula kikuk, jadi cair dan nyantai. Setelah banyak cerita ngalor ngidul, acara kumpul2 diruang keluarga berakhir juga, satu persatu mereka masuk ke kamar masing - masing.




-----------------------------------------





Pagi ini, Susi betul - betul dibuat takut oleh ulah Yayan. Pada saat Susi hendak masuk ke kantor, tiba - tiba saja Yayan menghadang dengan wajah yang tidak ramah.




"Ingat Sus, aku sudah memperingatkan kamu, jangan sampai terjadi sesuatu yang membuat tamat hidupmu. Kalau Argo, Gozi dan Doni bisa menerima kamu, jangan kamu merasa betul - betul diterima dikeluarga ini, masih ada aku yang akan jadi penghalang kamu. Dan, jangan kamu bangga dengan apa yang telah kamu lakukan disini, karena suatu saat, kamu akan tamat...! habis....! Camkan itu....! Jadi, sebelum sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi, cepat kamu pergi dari sini, kembali ke daerah asalmu...!"




Mendapat sapaan yang bernada ancaman dari Yayan, Susi tidak terkejut, dan menanggapi dingin ancaman itu. Dengan santai Susi melewati tangan Yayan, dan masuk ke kantor..., tanpa berkomentar apapun. Susi sudah bulat tekad memupuk keberanian untuk terus melangkah. Yayan yang merasa ditanggapi dingin, merasa benar-benar ditantang oleh Susi. Sebelum dia berlalu, masih juga dia menegaskan bahwa apa yang dikatakan tadi suatu saat akan dia buktikan.




"kenapa Yayan begitu benci padaku...? apa aku salah kalau bu Dewi memberi kepercayaan padaku..? ketiga anak angkat bu Dewi yang lain tidak seperti Yayan, mereka baik semua. Haruskah aku bicarakan ini dengan bu Dewi..? ah, tidak, aku tidak akan bicara apa-apa, aku bisa memahami perasaan Yayan. Apapun yang dikatakan Yayan, tidak perlu kupikirkan, biar saja dia begitu, suatu saat, Yayan akan berubah. Aku yakin itu.




Susi mencoba menenangkan diri sendiri dengan berpikir positif tentang Yayan. Dia kembali berkutat dengan pekerjaannya. Begitu seriusnya dia bekerja, sampai - sampai tidak menyadari bahwa bu Dewi sudah ada diruang tamu, Susi beranjak dari meja komputer, pada saat terdengar suara lentingan gitar..., disusul nyanyian merdu yang dilatunkan Doni.




"Ayo Sus, gabung sini..., jangan sibuk kerja terus..., hari ini kita santai aja.., mami tahu kamu suka main gitar.... Sudah.., matikan komputernya..., mami penat Sus, mami mau rileks, di pontianak sangat menegangkan..."



"Mami...., tanggung mi..., lagian, ini kan jam kerja, Susi mau rekap dulu gaji mingguan anak - anak produksi, sebentar lagi selesai, tunggu aja, sebentar lagi Susi gabung.."




"Ya udah..., mami tunggu..."




Gaya hidup santai seperti itu, belum pernah Susi temui pada wanita paroh baya seperti Bu Dewi, Susi sendiri sebenarnya sejiwa dengan bu Dewi, meskipun ada beberapa hal yang Susi sebenarnya kurang bisa menerima. Kelar sudah rekapan gaji mingguan anak - anak, Susi segera mematikan komputernya, dan bergabung dengan Bu Dewi dan Doni.




"Nah..., gitu donk.....! berikan gitarnya ke Susi Don...!




Sejurus kemudian, gitar sudah berpindah ke tangan Susi, tanpa grogi Susi mulai memetik senar gitar, dan mengalunkan lagu-lagu old days kesukaan Bu Dewi. Suasana kantor jadi meriah, karena Gozi, dan Argo bergabung juga, mereka bertepuk tangan penuh semangat pada saat Susi mengakhiri lagunya...,




"Wah, nggak nyangka.., bisa main gitar juga kamu Sus...? nanti malam, ikut aku ngisi ya...?"




Doni senang sekali dengan bakat musik dan nyanyi yang dimiliki Susi. Mendengar tawaran Doni, Bu Dewi buru - buru menimpali,




"eit...! tidak..., tidak..., Susi tidak boleh kemana - mana, Susi cukup dirumah ini saja. Tidak seorangpun dari kalian yang boleh membawa Susi keluar dari rumah ini. Baik untuk jalan-jalan, atau untuk keperluan yang lain. yang bisa membawa Susi pergi, cuma mami..."




Doni cuma nyengir mendengar ocehan bu Dewi, yang lainpun cuma senyum - senyum. Lain halnya dengan Susi, dia jadi heran.., kenapa bu Dewi begitu protektif terhadapanya, ada apa...? Namun Susi segera menghalau pertanyaan itu, biar tidak sempat nyangkut ke otaknya. Susi menghibur diri dengan menanam anggapan bahwa Bu Dewi protect terhadapnya karena memang benar - benar menyayangi dia.

hampir satu jam acara kumpul - kumpu di kantor bambu berlangsung, acar jadi semakin meriah ketika cak Momot datang bersama pak Kodrat. Melihat Pak Kodrat ikutan nimbrung, Susi berusaha menghindar, dengan pamitan ke rumah induk. Namun semua yang ada disitu mencegah, malahan mendaulat Susi untuk main gitar lagi. Susi tidak bisa menolak, meskipun hatinya dongkol dengan adanya pak kodrat disitu, Susi tetap memainkan gitar.

Tepat pukul satu, Susi pamit kerumah induk, kali ini tidak ada yang mencegah karena dia mau sholat. Hatinya sedih, karena semua yang ada disitu larut dengan kegembiraan, dan ditambah dengan menu minuman keras, yang selama ini belum pernah ia kenal. Sepertinya, minuman keras sudah jadi hal yang biasa. Mulai timbul rasa ragu dalam diri Susi, haruskan dia terus disini dengan kondisi seperti ini...? inikah yang dimaksud Yayan tentang "kerusakan" itu...? berkecamuk lagi pikiran Susi, ketidak fahaman dia soal pola hidup disini mulai menguasai pikirannya.



"tidak, aku harus tetap bertahan, apapun yang terjadi..., bagaimanapun kondisi dan gaya hidup disini, tidak akan mempengaruhi hidupku. Aku punya prinsip, dan tidak akan ada yang mampu mengacaukan prinsipku, siapapun itu, bahkan yang terdekat denganku"


-------------------------


Golok di kamar Yayan....?
Apa yang akan di lakukan pak Kodrat...?
Bisakah Susi keluar dari rumah itu....?


@@@@@@@@@@@@@@@@
nantikah kelanjutannya di Susi di Jogya IV

@@@@@@@@@@@@@@@@@@




Tidak ada komentar:

Posting Komentar