Tiba - tiba saja kumerasakan jengah dalam menghadapi semua kenyataan yang serba tidak menguntungkan ini, dan dengan sangat terpaksa kutelan saja pil pahit buah dari formulasi yang kuciptakan sendiri. Namun kusadar, apapun yang terjadi, rasa jengah itu harus pergi jauh - jauh dari hati dan pikiranku. Biarlah sirkulasi jiwaku berputar dengan rumusan - rumusan hidup yang sudah kuaplikasikan sebelumnya.
Krisis global beberapa bulan kemarin, masih sangat berdampak, dan mampu merobek layar bisnisku. Bagaimana tidak, ada rugi disitu. Namun, kumampu mengerem rasa sesal atas kerugian yang kualami, karena ternyata kondisi yang sama juga dialami banyak orang.
Sekarang, kucoba lagi bangkit, mengais sisa - sisa kharismaku dalam berebut rongsokan besi tua di ajang kompetisi pencarian barang tersebut. Step by step kucoba lagi follow up my old customer, dan berharap ada satu atau dua kontainer yang masih disiapkan untukku. Tentunya hanya dengan seizin yang Kuasa, ku mulai lagi bisnisku...,
Ah...! masih saja rasa jengah dan tidak bahagia menyesakkan dadaku. Ada apa...? ku berkaca di cermin kehidupan rumah tanggaku, mungkin itu yang membuatku merasa tidak beruntung, bukan soal bisnis...!,
Ada gumpalan sakit yang mulai menggunung, namun kupasrahkan pada yang maha agung, karena kumafhum, perjalananku masih tanggung. Aku sendiri tidak pernah berharap merasa tidak beruntung....,
beberapa tahun yang lalu, kuresmi berpredikat sebagai single parents.., tidak ada lagi sos0k yang berlebel suami atau ayah bagi anakku dalam keluarga. My sweet home hanya dihuni aku, anakku dan pembantu. Namun demikian..., ku merasa enjoy dengan kesendirianku, karena anakku betul - betul mampu menghalau rasa sedihku. Senyum, tawa dan candanya..., mampu membawaku terbang sampai ke langit biru.., Anakku, permataku...., dan limpahan dari segenap kasih sayangku.
Namun..., kebahagiaan itu terusik begitu saja, setelah kudapatkan fakta bahwa anakku sudah tergantung dengan seseorang yang tanpa sepengetahuanku, selalu datang dan berkunjung kerumah, disaat aku sedang beraktifitas diluar rumah. Putri kecilku, tiba - tiba saja menemukan figur seorang ayah yang dipanggilnya "abah..!". Aku tak mampu memahami, mengapa begitu cepat sosok itu melekat dalam ingatan dan hati anakku...? Duh..., apalagi ini...?
Singkat cerita, berangkat dari kedekatan abah dengan anakku, jadilah aku wanita yang menjadi pihak ketiga dalam rumah tangga orang...! huh...! sebuah kondisi yang kontras dengan prinsip hidup yang kujaga sejak dulu, namun, ku tak mampu keluar dari lingkaran itu, karena berbagai cara telah kutempuh untuk menghindari semuanya, sia - sia saja, ku telah kembali terkungkung lagi dengan ketidak kepastian. Ternyata hembusan angin bearoma kebebasan hanya kuhirup semampuku. Baru saja kulepas dari belenggu siksaan fisik dari seorang yang berlebel "suami", sekarang hadir lagi yang lain yang dengan mudah mampu menyadang predikat itu, kebodohan apalagi ini...? inikah wujud nyata rasa jengah itu...?
Krisis global beberapa bulan kemarin, masih sangat berdampak, dan mampu merobek layar bisnisku. Bagaimana tidak, ada rugi disitu. Namun, kumampu mengerem rasa sesal atas kerugian yang kualami, karena ternyata kondisi yang sama juga dialami banyak orang.
Sekarang, kucoba lagi bangkit, mengais sisa - sisa kharismaku dalam berebut rongsokan besi tua di ajang kompetisi pencarian barang tersebut. Step by step kucoba lagi follow up my old customer, dan berharap ada satu atau dua kontainer yang masih disiapkan untukku. Tentunya hanya dengan seizin yang Kuasa, ku mulai lagi bisnisku...,
Ah...! masih saja rasa jengah dan tidak bahagia menyesakkan dadaku. Ada apa...? ku berkaca di cermin kehidupan rumah tanggaku, mungkin itu yang membuatku merasa tidak beruntung, bukan soal bisnis...!,
Ada gumpalan sakit yang mulai menggunung, namun kupasrahkan pada yang maha agung, karena kumafhum, perjalananku masih tanggung. Aku sendiri tidak pernah berharap merasa tidak beruntung....,
beberapa tahun yang lalu, kuresmi berpredikat sebagai single parents.., tidak ada lagi sos0k yang berlebel suami atau ayah bagi anakku dalam keluarga. My sweet home hanya dihuni aku, anakku dan pembantu. Namun demikian..., ku merasa enjoy dengan kesendirianku, karena anakku betul - betul mampu menghalau rasa sedihku. Senyum, tawa dan candanya..., mampu membawaku terbang sampai ke langit biru.., Anakku, permataku...., dan limpahan dari segenap kasih sayangku.
Namun..., kebahagiaan itu terusik begitu saja, setelah kudapatkan fakta bahwa anakku sudah tergantung dengan seseorang yang tanpa sepengetahuanku, selalu datang dan berkunjung kerumah, disaat aku sedang beraktifitas diluar rumah. Putri kecilku, tiba - tiba saja menemukan figur seorang ayah yang dipanggilnya "abah..!". Aku tak mampu memahami, mengapa begitu cepat sosok itu melekat dalam ingatan dan hati anakku...? Duh..., apalagi ini...?
Singkat cerita, berangkat dari kedekatan abah dengan anakku, jadilah aku wanita yang menjadi pihak ketiga dalam rumah tangga orang...! huh...! sebuah kondisi yang kontras dengan prinsip hidup yang kujaga sejak dulu, namun, ku tak mampu keluar dari lingkaran itu, karena berbagai cara telah kutempuh untuk menghindari semuanya, sia - sia saja, ku telah kembali terkungkung lagi dengan ketidak kepastian. Ternyata hembusan angin bearoma kebebasan hanya kuhirup semampuku. Baru saja kulepas dari belenggu siksaan fisik dari seorang yang berlebel "suami", sekarang hadir lagi yang lain yang dengan mudah mampu menyadang predikat itu, kebodohan apalagi ini...? inikah wujud nyata rasa jengah itu...?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar